Jumat, 21 September 2012

Cerita Bermakna

Aku adalah seorang pramugari biasa dari China Airline, karena bergabung dengan perusahaan penerbangan hanya beberapa tahun dan tidak mempunyai pengalaman yang mengesankan,
setiap hari Aku hanya melayani penumpang dan melakukan pekerja

an yang monoton.

Pada tanggal 7 agustus 2012 yang lalu, aku menjumpai suatu
pengalaman yang membuat perubahan pandanganku terhadap pekerjaan maupun hidupku. Hari ini jadwal perjalanan kami adalah dari Shanghai menuju Peking, Dan kebetulan juga penumpang sangat penuh pada hari ini. Di antara penumpang aku melihat seorang kakek dari desa memakai baju biasa sedang merangkul sebuah karung tua dan terlihat jelas sekali gaya desanya,

Pada saat itu aku yang berdiri di pintu pesawat menyambut
penumpang kesan pertama dari pikiranku ialah zaman sekarang sungguh sudah maju sebab seorang dari desapun sudah mempunyai uang untuk naik pesawat.

Ketika pesawat sudah terbang, kami mulai menyajikan minuman, ketika melewati baris ke 20, aku melihat kembali kakek tua tersebut, dimana dia duduk dengan tegak dan kaku di tempat duduknya dengan memangku karung tua itu bagaikan patung.

Kami menanyakannya,“mau minum apa kek?“, dengan
terkejut dia melambaikan tangan menolak, Kemudian kami hendak membantunya meletakan karung tua di atas bagasi tempat duduk juga ditolak olehnya, lalu kami membiarkannya duduk dengan tenang, menjelang pembagian makanan kepada seluruh penumpang, Aku melihatnya duduk dengan tegang di tempat duduknya, Tidak tega melihatnya aku menawarkan makanan juga tapi malah ditolak olehnya.

Akhirnya kepala pramugari dengan akrab bertanya kepadanya “apakah kamu sakit?,“ dengan suara kecil dia mejawab bahwa dia ingin pergi ke toilet tetapi dia takut apakah di pesawat boleh
bergerak sembarangan, takut merusak barang di dalam pesawat. Kami menjelaskan kepadanya bahwa dia boleh
bergerak sesuka hatinya dan menyuruh seorang pramugari untuk mengantarkan dia ke toilet, Pada saat menyajikan minuman yang kedua kali, kami melihat dia melirik ke penumpang di sebelahnya
sambil menelan ludahnya, dengan tidak menanyakannya kami meletakan segelas minuman teh di atas meja dia, ternyata gerakan kami mengejutkannya, dengan terkejut dia mengatakan “Tidak usah, Tidak usah.“

Setelah itu, kami mengatakan engkau sudah haus,“ minumlah?“
dengan spontan dia bergerak dengan merogoh sakunya dan
dikeluarkan segenggam uang logam yang disodorkan kepada kami, lalu dengan tersenyum aneh, kami menjelaskan kepadanya bahwa minumannya ini gratis, Tapi dia tidak percaya,
katanya saat dia dalam perjalanan menuju
bandara, Ia merasa haus dan meminta air kepada
penjual makanan di pinggir jalan tapi dia tidak diladeni melainkan
malah diusir seperti pengemis.

Pada saat itu juga kami mengetahui demi menghemat biaya perjalanan dari desa dia berjalan kaki sampai mendekati bandara baru naik mobil, karena uang yang dibawanya sangat sedikit, hanya dapat meminta minunam kepada penjual makanan
di pinggir jalan itupun kebanyakan ditolak dan
dianggap sebagai pengemis.

Setelah kami membujuk dia untuk yang terakhir kalinya, Akhirnya dia percaya dan duduk dengan tenang meminum secangkir teh, dan kami menawarkan makanan tetapi lagi-lagi ditolak olehnya. Kemudian Dia menceritakan bahwa dia mempunyai dua orang putra yang sangat baik, putra sulung sudah bekerja di kota dan yang bungsu sedang kuliah di tingkat tiga di Peking. anak sulung yang bekerja di kota menjemput kedua orang tuanya untuk tinggal
bersama di kota tetapi kedua orang tua tersebut tidak biasa tinggal di kota akhirnya pindah kembali ke desa, Sekali ini orang tua tersebut hendak menjenguk putra bungsunya di Peking, anak
sulungnya tidak tega orang tua tersebut naik mobil begitu jauh, sehingga membeli tiket pesawat dan menawarkan menemani bapaknya bersama-sama ke Peking, Akan tetapi ditolak olehnya karena dianggap terlalu boros dengan alasan tiket pesawat terlalu sangat mahal namun dia bersihkeras dapat pergi sendiri yang akhirnya dengan terpaksa disetujui oleh anaknya.

Dengan merangkul sekarung penuh ubi kering yang disukai anak bungsunya, ketika melewati pemeriksaan keamanan di bandara, dia disuruh menitipkan karung tersebut di tempat bagasi akan tetapi dia bersihkeras membawanya sendiri, katanya jika
ditaruh di tempat bagasi, Maka ubi tersebut akan hancur dan anaknya tidak suka makan ubi yang sudah
hancur, akhirnya kami membujuknya meletakkan karung tersebut di atas bagasi tempat duduk, dan dia bersedia juga tapi sangat berhati-hati dia meletakkan karung tersebut seakan-akan itu adalah anaknya sendiri.

Saat dalam penerbangan kami terus menambah minuman untuknya, dia selalu membalas dengan ucapan terima kasih yang tulus, tetapi dia tetap tidak mau makan juga, meskipun kami mengetahui sesungguhnya dia sudah sangat kelaparan sekali, saat itu pesawat hendak mendarat dengan suara kecil, dia menanyakan kepadaku,“ Apakah ada kantongan
kecil?“ dan memintaku meletakkan makanannya di
kantong tersebut.

Dia mengatakan bahwa dia belum pernah melihat makanan yang begitu enak, dia ingin membawa makanan tersebut untuk
anaknya, kami semua sangat terkejut. Karena menurut kami yang setiap hari melihat makanan yang begitu biasa tapi di mata seorang desa menjadi sangat begitu berharga. Dengan menahan lapar disisihkan makanan tersebut demi anaknya, dengan terharu kami mengumpulkan makanan yang masih tersisa yang
belum kami bagikan kepada penumpang dan menaruhnya
di dalam suatu kantongan yang akan kami berikan
kepada kakek tersebut, tetapi di luar dugaan dia malah menolak pemberian kami, dia hanya menghendaki bagian dia yang belum dimakan dan tidak menghendaki yang bukan miliknya sendiri.

Perbuatan yang tulus tersebut benar-benar membuat aku dan teman-temanku sangat terharu dan menjadi pelajaran
berharga bagiku. Sebenarnya kami menganggap semua hal tersebut sudah berlalu, tetapi siapa menduga pada saat
semua penumpang sudah turun dari pesawat, dia yang terakhir berada di pesawat. Kami membantunya keluar dari pintu pesawat, sebelum keluar dia melakukan sesuatu hal yang sangat tidak bisa kulupakan dalam seumur hidupku, yaitu dia
berlutut dan menyembah kami, mengucapkan
terima kasih dengan bertubi-tubi, dia mengatakan
bahwa kami semua adalah orang yang paling baik
yang pernah dijumpainya,

“Kami di desa hanya makan sehari
sekali dan tidak pernah meminum air yang begitu manis dan makanan yang begitu enak, hari ini
kalian tidak memandang hina terhadap saya dan
meladeni saya dengan sangat baik, saya tidak tahu
bagaimana mengucapkan terima kasih kepada
kalian, Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian nanti.“ dengan
menyembah dan menangis dia mengucapkan perkataannya.

Kami semua dengan terharu memapahnya dan menyuruh seseorang anggota yang bekerja di lapangan membantunya keluar
dari lapangan terbang. Selama 5 tahun bekerja sebagai pramugari, sudah beragam penumpang kujumpai, ada yang banyak tingkah, yang cerewet dan yang lain-lainnya, Akan tetapi selama hidup, Aku belum pernah menjumpai orang yang menyembah kami, Padahal kami hanya menjalankan tugas kami dengan rutin setiap hari dan tidak ada keistimewaan yang kami berikan, hanya menyajikan minuman dan makanan, Namun kakek tua yang berumur 70 tahun tersebut sampai menyembah kami sembari mengucapkan terima kasih, sambil merangkul karung tua yang berisi ubi kering dan menahan lapar sambil menyisihkan jatah
makanannya sendiri untuk anaknya tercinta, dan tidak bersedia menerima makanan yang bukan bagiannya,

Perbuatan kakek tersebut membuat aku sadar dan teman-temanku
sangat terharu yang mana menjadikan pengalaman yang
sangat berharga buatku di masa yang akan datang nanti, yaitu,“ Jangan pernah memandang orang dari penampilan luarnya saja, Akan tetapi kita harus tetap bisa menghargai keberadaan setiap orang dan mensyukuri apa yang kita dapat.“

***

Jika suka dengan cerita ini, Tolong Bagikan keteman-teman berandamu untuk membuat mereka sadar bahwa kita tidak boleh meremehkan perjuangan orang yang terlihat lemah di mata kita, Karena belum tentu kita semua dapat melihat tekad yang kuat dari orang yang lemah tersebut untuk mencapai sebuah tujuan.

Terima kasih :(

0 komentar:

 
Jalanilah - hidup - ini -dengan - apa - adanya